Cerpen
•My
Song for You•
`Nur Fadilah Syawal dan entah
siapa.-.`
Maksudnya ini bukan
sepenuhnya karya gue. Tapi gue jga gak tau penulisnya siapa._. Biasa, gue nemu
ini di koleksi :3 .. Tpi dengan banyak perubahan, jadi tetep ada sentuhan Nur
Fadilah Syawal disini ;)
o0o
Sudah hampir dua jam (Nama
kamu) mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat sangat gelisah.
Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya, tapi tak ada
satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
“Kamu
kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu (Nama kamu) sambil memencet nomer telepon
dengan cepat.
Sebelum (Nama kamu) sempat
menelpon, sebuah SMS masuk dan di layar ponsel itu tertulis Karel. Secepat
kilat ia--(Nama kamu)--membuka SMS itu lalu membacanya dengan tidak sabar.
Ternyata orang yang selama ini ia tunggu itu baru saja selesai bertanding dalam
turnamen basket. Setelah membalas SMS itu, (Nama kamu) memejamkan matanya untuk
tidur, karena malam telah larut.
Memang inilah kebiasaan (Nama
kamu), ia baru akan tidur jika telah menerima ucapan `Selamat Malam` dari
Karel.
Karel sendiri adalah kekasih
(Nama kamu). Mereka sudah hampir 8 bulan ini menjalin hubungan jarak jauh.
Bertatap muka sekalipun tidak pernah. Awalnya mereka hanya kenal lewat -ВВМ™. Dan akhirnya jadian pun lewat chat bbm.
Setiap hari, mereka
berkomunikasi lewat dunia maya. Atau jika ingin mendengar suara, maka mereka
akan telfonan atau vn'an. Yah... Begitulah LDR
~~o0o~~o0o~~
Seperti biasa, (Nama kamu)
selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum ia berangkat
sekolah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum juga
membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali ia mengirimkan SMS, hingga
akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku udah makan kok-
(Nama kamu) langsung membalas
SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, ia merasa ada yang aneh dengan
pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya ia tahu kalau ternyata yang membalas
SMS itu bukanlah Karel pacarnya, tapi teman Karel. Hal itu membuat (Nama kamu)
sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Ia berharap pacarnya akan
menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
Tapi pertengkaran itu malah
berlanjut hingga malam hari. Meskipun Karel telah meminta maaf, tapi (Nama
kamu) masih juga kesal dengan sikap Karel yang tidak mau membalas SMS-nya. Dan
malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
Pertengkaran pasangan itu
berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat BBM oleh Karel. Hal itu
membuat (Nama kamu) yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis
sejadi-jadinya. Namun, setelah mendengar alasan Karel yang sudah merasa tidak
nyaman lagi dengannya, (Nama kamu) akhirnya menerima keputusan itu dengan hati
yang hancur.
Malam harinya, (Nama kamu)
yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak jatuh sakit.
Tubuhnya demam dan kadang ia menggigil. Ia berharap Karel akan menghubunginya
dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu, hanya menjadi
harapan semata, karena tak satu pun sesuatu dari Karel yang masuk ke hp-nya.
~~o0o~~o0o~~
Sudah hampir seminggu (Nama
kamu) sakit, hingga akhirnya ia harus di rawat di rumah sakit. Tapi kondisinya
belum juga membaik. Maag yang selama ini di deritanya ternyata sudah sangat
parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau salah satu
faktor yang menyebabkan penyakit (Nama kamu) semakin parah adalah stres yang
dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
Chinta, sahabat (Nama kamu)
yang paling mengerti keadaan (Nama kamu) hanya bisa menatap iba tubuh
sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan
tubuhnya semakin kurus. Chinta sangat mengerti perasaan (Nama kamu) yang merasa
sangat kehilangan Karel, kekasihnya. Kadang samar-samar Chinta mendengar (Nama
kamu) menyebut nama Karel dalam tidurnya, dan hal itu membuat Chinta menangis,
tak sanggup melihat penderitaan yang di rasakan oleh sahabatnya itu.
“(Nama
kamu), gmn keadaan lo sekarang?” tanya Chinta ketika sahabatnya baru saja bangun.
“Udah
mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab (Nama kamu), wajahnya terlihat pucat.
“Lo
masih mikirin Karel, ya?”
“Maksudnya?”
“Dari
kemarin gue denger lo manggil nama Karel berkali-kali waktu lagi tidur. Lo
kepikiran dia lagi?”
tanya Chinta cemas.
“Iya,
gue kangen sama dia. Apa dia udah ngehubungin gue?” jawab dan tanya (Nama kamu).
“Setahu
gue sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia. Kenapa?”
“Enggak
apa-apa, cuma pengen tahu aja, dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat sedih.
“Apa
perlu gue telfonin dia buat kasi tahu keadaan lo?”
“Enggak
usah! gue nggak mau dikasihanin sama dia.”
Chinta hanya bisa diam
mendengar jawaban sahabatnya itu. Rasa kagum dan sedih bercampur di hatinya.
Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat penderitaan yang harus
dialami (Nama kamu). Chinta tahu di saat sakit seperti itu, pasti (Nama kamu)
ingin Karel ada bersamanya, dan tidak meninggalkannya seperti ini.
Hampir tiga minggu (Nama
kamu) di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Chinta selalu memperhatikan
perkembangan kesehatan sahabatnya. Setiap kali (Nama kamu) merasa sakit di
tubuhnya ataupun suhu tubuhnya naik menjadi demam, (Nama kamu) selalu
mendengarkan sebuah lagu ciptaan Karel, mantan kekasihnya. Dan seperti
mukjizat, keadaan (Nama kamu) perlahan membaik setelah mendengar lagu itu.
Chinta akhirnya mengerti kerinduan (Nama kamu) pada Karel sangatlah besar
hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya.
Hingga suatu hari, tanpa
sepengetahuan (Nama kamu), Chinta menelpon Karel yang ada di luar kota. Ia
menceritakan keadaan (Nama kamu) pada cowok itu, dan ia juga meminta Karel
untuk datang menemui (Nama kamu). Tapi, Karel masih belum juga mau menemui
(Nama kamu).
“Gue
mohon sama lo, (Nama kamu) butuh lo. Tolong dateng ke Jakarta dan temuin (Nama
kamu) walaupun cuma sebentar” ucap Chinta masih tetap bersikukuh meminta pada
Karel.
“Gue
belum bisa nemuin dia, lagipula kehadiran gue malah bisa bikin dia makin sakit” jawab Karel.
“Satu
kali aja, tolong temuin dia. Mungkin dengan ketemu lo, dia bisa sembuh. Atau lo
bakal nyesel”
paksa Chinta.
“Apa
maksudnya? Emang penyakitnya itu parah?”
“Datang
dan lihat aja sendiri! Liat gimana keadaan (Nama kamu) sekarang. Sebelum lo
nyesel untuk selamanya”
ucap Chinta yang suaranya mulai meninggi. Hening. Tidak ada sahutan dari lawan
bicaranya. Sebelum akhirnya terdengar engkuhan berat dari Cowok di seberang
sana,
"Ada sesuatu yang harus
lo tau, tapi gue mohon jangan kasi tau (Nama kamu)!", ujar Karel dengan
nada yang terdengar serius
"Apa?"
"Sebenernya... Gue juga
sakit disini. Semenjak 5 bulan lalu, gue mulai di vonis dokter kena kanker. dan
sekarang, gue udah sampe stadium 4. Gue terlalu sibuk dengan pengobatan gue,
tapi gue juga gak mau bikin (Nama kamu) kecewa, jadi gue nyuruh sahabat gue
buat sms-an sama dia. Tapi gara-gara itu dia marah. Jadi gue fikir, itu
kesempatan gue buat minta putus. Karna gue gak mau bikin dia makin sedih kalo
seandainya tau soal ini. Soal gue yang sekarat", Karel menghentikan
ucapannya. Suaranya terdengar lirih dan serak.
Chinta baru sadar bahwa ia
menahan nafas semenjak mendengar cerita Karel tadi. Jadi, selama ini??
"Sorry", hanya itu
yang bisa Chinta ucapkan. Entah ia merasa bersalah atas apa, mungkin karena
tadi ia sudah marah2 dan selama ini ia sudah berfikiran buruk tentang Karel.
"Gak papah. Dan, gue
janji, gue bakal dateng"
~~o0o~~o0o~~
Beberapa hari setelah telepon
itu, Karel mengabari Chinta kalau ia akan ke Jakarta untuk menemui (Nama kamu).
Chinta yang mendapat kabar menggembirakan itu langsung menemui (Nama kamu).
Tapi sayangnya (Nama kamu) sedang tidur saat itu. Chinta hanya bisa menunggu,
sampai Karel tiba di Jakarta besok pagi. Mungkin ini bisa jadi surprise untuk
(Nama kamu).
Hari itu akhirnya tiba juga.
Karel, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya oleh (Nama kamu) dan
Chinta akhirnya datang. Ia meminta Chinta mengantarkannya ke rumah sakit.
"Ceritain ke gue, gimana
bisa lo dapet izin dan akhirnya dateng kesini?", tanya Chinta yang
berjalan beriringan dengan Karel di koridor rumah sakit.
Karel menoleh sebentar ke
arahnya lalu menjawab, "Izin darimana? Sekolah? Mereka udah terbiasa
dengan absen nya gue di jam pelajaran. Trus dari dokter, orang tua, huh~! Gue
harus bersitegang dulu sama mereka. Dan akhirnya gue diizinin. Tapi syaratnya,
gue harus pergi bareng abang gue dan gue harus bikin cewek yang gue sayang itu
cepet sembuh"
"Trus abang lo
mana?"
"Di hotel. Lagi males
jalan katanya. Paling juga lagi molor tuh-,-"
"Ouh. Ehiya, kok lo cuma
berharap kesembuhan (Nama kamu)? Emang lo juga gak mau sembuh?"
"Gak ada harapan lagi
buat gue:')", kalimat itu membuat mata Chinta memanas. Kembali ia harus
menahan nafasnya, menanti kata-kata selanjutnya dari cowok yang sepertinya
masih mau melanjutkan kata-katanya itu, "Gue cuma mau (Nama kamu) sembuh.
Karena kalo dia bahagia, gue juga bahagia. Sesederhana itu:')"
Chinta tersenyum tipis.
Hatinya tersentuh. Ia mengenal dua orang yang sangat tegar, seperti (Nama kamu)
dan Karel.
~~o0o~~o0o~~
Sesampainya di kamar rawat (Nama kamu), Karel
mematung melihat keadaan gadis yang terbaring beberapa langkah di depannya.
Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini dilihatnya dengan kondisi
yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di tangannya, matanya terpejam,
tapi di kedua telinganya terpasang headset agar (Nama kamu) bisa selalu
mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan.
“Dia
cuma lagi tidur. Tunggu aja, bentar lagi juga dia bangun” ucap Chinta yang berdiri di belakang Karel.
“Sudah
berapa lama dia kayak gini?” tanya Karel, yang mulai berjalan mendekati tempat
tidur (Nama kamu).
“Hampir
satu bulan. Dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba lo denger lagu
yang lagi dia dengerin ”,
ucap Chinta sambil melepas satu headset itu dan memberikannya pada Karel.
Karel terkejut ketika
mendengar lagu itu, lagu yang pernah ia ciptakan untuk (Nama kamu) dulu. Ia
tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua matanya
menatap wajah (Nama kamu) yang tertidur.
“Itu
yang bikin (Nama kamu) bertahan selama ini. Itu yang dia lakuin kalo kangen
sama lo. Kangen suara lo”
ucap Chinta dengan suara yang terdengar parau. Manik matanya sudah hampir
menjatuhkan bulir bening.
Karel yang masih merasa
terkejut perlahan memegang tangan (Nama kamu), kedua matanya tak lepas dari
wajah (Nama kamu). Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan itu.
Tiba-tiba tangan yang di pegang Karel bergerak, (Nama kamu) bangun dari tidurnya.
Dan ia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang
tangannya.
“Tenang,
(Nama kamu). Dia Karel, orang yang selama ini lo tunggu” jelas Chinta.
“Karel?
Kenapa bisa ada disini?”
tanya (Nama kamu) yang masih terkejut.
“Sorry,
ya. Gue yang nelfon dia dan minta dia buat datang jengukin lo. Karena gue nggak
tega ngeliat li kayak gini terus.”
“Kenapa
kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak jaga kesehatan?” tanya Karel yang masih tetap menatap wajah (Nama
kamu).
“Itu
bukan urusan lo”
sahut (Nama kamu) sambil melepaskan genggaman tangan Karel.
“Waktu
itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan
kita, dan berjanji akan baik-baik aja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?”
(Nama kamu) hanya diam dan
memalingkan wajahnya dari Karel. Sementara Karel masih terus berbicara padanya.
Chinta yang melihat itu hanya berharap keadaan (Nama kamu) akan membaik setelah
bertemu Karel. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama akhirnya (Nama
kamu) dan Karel mulai akrab kembali. Wajah (Nama kamu) yang tadinya pucat juga
mulai berubah cerah.
Pertemuan antara (Nama kamu)
dan Karel terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan (Nama kamu)
berangsur membaik.
Suatu hari, (Nama kamu) ingin pergi ke pantai
bersama Karel. Ia ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya.
Walaupun awalnya dokter, orang tua (Nama kamu), dan Karel sendiri tidak setuju,
tapi demi kesembuhan (Nama kamu), akhirnya mereka menyetujui permintaan (Nama
kamu) itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai untuk melihat sunset.
Di pantai itu, Karel
menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk (Nama kamu). Lagu yang liriknya
adalah ciptaan (Nama kamu), dulu (Nama kamu) pernah meminta Karel untuk
menciptakan lagu dari lirik yang dibuatnya. Lalu kini lagu itu telah selesai
dan Karel menyanyikannya secara langsung untuk (Nama kamu).
Keadaan yang sangat romantis
itu membuat (Nama kamu) bahagia. Berkali-kali ia tersenyum dan tertawa saat
bersama Karel. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan.
“Aku
bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, ketawa dan ngeliat sunset
sama kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa denger lagu itu secara
langsung”
ucap (Nama kamu) sambil memandang langit.
Karel tidak menyahut.
Perlahan ia meletakkan gitarnya pada pohon terdekat. Entah kenapa tangan Karel
serasa kram. Wajahnya jadi pucat. Dan kepalanya sangat pusing. Karel menunduk
untuk menyembunyikan semuanya dari (Nama kamu). Dan berharap ini tidak akan
berlangsung lama. Ia tidak ingin (Nama kamu) tahu tentang penyakitnya dan juga
ia belum siap jika harus meninggalkan (Nama kamu) sekarang.
“Rasanya...
aku nggak pengen ini berakhir, aku pengen terus bersama kamu. Bahagia seperti
ini.”, gumam (Nama kamu)
dengan senyum yang masih mengembang dan tatapan yang masih mengarah langit
Tiba-tiba (Nama kamu)
merasakan berat pada bahu kanannya. Saat (Nama kamu) menoleh, ia mendapati
kepala Karel menempel pada bahunya. Dan banyak darah yang keluar dari hidung
pemuda itu.
(Nama kamu) kaget bukan main.
Dengan cepat ia memencet handphone dan menelfon seseorang.
~~o0o~~o0o~~
Sudah 3 hari Karel terbaring
tidak sadarkan diri di Rumah sakit. Rumah sakit yang sama tempat (Nama kamu)
dirawat juga. Semenjak kejadian di pantai itu, (Nama kamu) jadi tahu bahwa
Karel memiliki penyakit parah. Lebih parah darinya. Chinta yang menceritakan
semuanya. Dan karena itu juga, kondisi (Nama kamu) yang awalnya sudah membaik
kembali drop lagi.
Semua dokter dan perawat sibuk mengatasi
keadaan itu. Sedangkan Chinta dan keluarga (Nama kamu) hanya bisa menunggu dan
berdoa dari luar ruang ICU.
Setelah beberapa lama
menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan itu dan
melihat kondisi (Nama kamu) yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat dan
tubuhnya dingin. Tapi ia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua
sahabatnya itu masuk ke kamarnya.
“Kamu
nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua (Nama kamu).
“Aku
baik-baik aja kok, Ma”
sahut (Nama kamu) yang masih lemah.
“Karel
belum sadar yah?”,
tanya (Nama kamu) dengan suara yang hampir seperti bisikan.
“Belum",
jawab Chinta dengan kepala tertunduk
"Yah... Padahal aku
pengen banget denger dia nyanyi buat aku. Emm.. Chin, aku minta tolong
dong, ambilin hp sama headset aku di tas. Aku pengen denger 2 lagu yang udah
Karel ciptain buat aku. Aku pengen dengernya sekarang. Aku capek, pengen
istirahat. Aku pengen mendengar lagu itu untuk menemani tidurku.”
Dengan celotehan panjang yang
sempat membuat orang tua (Nama kamu) dan Chinta merinding itu, akhirnya mereka
menuruti kemauan (Nama kamu).
Headset yang memutar dua
voice notes berisi lagu ciptaan Karel itu kini telah terpasang di kedua telinga
(Nama kamu). Perlahan matanya terpejam dan akhirnya ia tertidur. Tapi bukan
tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung (Nama kamu)
perlahan berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak
ada lagi pergerakan grafik detak jantung (Nama kamu).
Orang-orang disekitarnya
terus memanggil (Nama kamu), tapi (Nama kamu) tidak juga membuka matanya.
Dokter juga sudah mengatakan kalau (Nama kamu) telah pergi untuk selamanya. Air
mata seperti tak bisa berhenti mengalir dari mata keluarga (Nama kamu) dan
Chinta. Mereka tidak menyangka, (Nama kamu) yang mereka kira akan segera sembuh
ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
Begitu juga dengan Karel, di
waktu bersamaan. Sebuah garis lurus dengan bunyi panjang terdengar dari monitor
di sebelahnya. Ia pergi, sebelum sempat tersadar. Adriel, satu-satunya keluarga
yang menemaninya di Jakarta ini hanya bisa merasakan tangan adiknya yang ia
genggam sejak tadi perlahan terlepas. Karel pergi.
~~o0o~~o0o~~
Karel's
Kata orang, ketika seseorang
dalam keadaan hidup dan mati, ia akan bisa melihat potongan-potongan kejadian
dalam hidupnya, seperti menonton film yang tidak jelas alur ceritanya.
Sekarang aku mengalaminya.
Aku melihat kita yang duduk bahagia diatas pasir pantai. Tertawa dan bernyanyi
bersama. Bayangan itu membuatku serasa ingin segera bangun dan menemuimu.
Karena aku sangat merindukanmu.
Tapi tiba-tiba suara
memberitahukanku kalau kau juga akan segera kesini. Sebelum aku sempat
mengerti, sebuah cahaya putih yang menyilaukan mataku menarikku untuk masuk ke
dalamnya. Dan saat itu aku mengerti, Takdir akan menyatukan kita di tempat yang
lebih indah, abadi disana.
~The End~
' Huaaaa! Gue nangis :'(
Eh jangan coba2 copas cerpen
gue yang ini yah! Ini tuh cerpen istimewa! Hargain gue!
Dan tau gak, kata-kata bagian
terakhir itu buatan gue lohh ;;). Ternyata gue juga punya koleksi kata-kata
indah yah :3. Ahahahhaha. Selamat malam._.
@dylahsyawal
huaaaaa gue jga nangisssss,cerpennya bagus binggow ☆☆☆☆☆☆....
BalasHapus