Jumat, 17 Januari 2014

Cerpen Super 7 Sebingkai Senyum untuk Kakak Ku [New Version] By : Nur Fadilah Syawal



Cerpen ini sebenarnya cerpenku yang “Senyuman Terakhir”, tapi karena tugas sekolah disuruh buat cerpen, jadi aku edit. Soalnya kalo gaya bahasanya kayak yang di senyuman terakhir, pasti banyak yang gak ngerti (temen2 gue -,- ) …yaudah

Nice reading…!

Sebuah kisah yang bisa di jadikan inspirasi dan pelajaran hidup. Tentang berartinya seseorang yang disebut saudara.

Karya : Nur Fadilah Sawal

Tokoh :
Bidi
Karel
Tante Arini
Chinta
Yang copas, edit, trus ngaku-ngaku gue sumpahin jerawatan seumur hidup ! AmiinYa Allah!

Sebingkai Senyum Untuk Kakakku

Satu lagi sore dengan hujannya yang deras. Tetes air tersebut masih setia menghujani bumi, membasahi apa saja yang dijatuhinya. Tidak seperti sebagian besar orang, mereka akan menyukai anugerah tuhan yang berupa hujan itu, karena selalu ada pelangi yang terbentuk setelah hujan. Tapi aku benci hujan ! hujan selalu mengingatkan ku dengan kejadian itu, kejadian yang membuatku tidak bisa memaafkan diriku sampai kapan pun.
Apa kalian ingin mengetahui peristiwa apa itu ? jika iya, aku harap kalian bersedia membaca ceritaku ini…
Nama ku Bryan Elmi Domani. Tapi orang-orang lebih sering memanggilku Bidi. Aku adalah anak kedua  dari dua bersaudara. Kakakku bernama Karel Susanteo, sebut saja dia Karel. Karel sangat menyayangiku, ia rela melakukan apapun untukku.

~~Flashback On~~
Aku melangkah perlahan menuju pintu. Mungkin jika ada orang yang melihatku, mereka akan mengira bahwa aku adalah pencuri. Bagaimana tidak, malam sudah sangat larut saat ini. Jam digital di tangan ku, menunjukkan pukul 23.52 . ditambah lagi tingkahku yang layaknya seseorang yang sedang mengendap-endap.
            Aku memang sengaja seperti ini, agar tidak ada satu pun orang di rumah mengetahui kehadiranku. Aku bosan mendengar ceramah mereka jika melihat ku baru pulang jam segini.
Ciiiiiit… Perlahan pintu rumah ku buka. Suasana rumah saat ini sangat gelap. Tak ada satu pun lampu yang menyala. Pasti semuanya sudah tertidur. Itulah yang ku harapkan.
            Aku pun menutup pintu saat seluruh bagian tubuhku berada di dalam, dan kembali berjalan perlahan. Tapi tiba-tiba saja lampu ruang tamu menyala. Ku lihat, Tante Arini sudah ada tepat di depanku.
            “Dari mana saja kamu, Bid ?”, tanya Tante Arini tanpa basa basi.
            “Biasalah ! Kayak gak tau ajah sih !?! hati-hati loh, pura-pura bego itu, bisa bikin orang bego beneran !”, balasku dengan nada cuek.
            “Sudah berapa kali tante bilang, kamu jangan teruskan hobi kamu yang boros itu ! apalagi, kebiasaan kamu itu bukan hanya membuang-buang uang, tapi juga membuang waktu. Ingat Bid, status kamu itu masih pelajar, tapi kalau setiap malamnya kamu pulang larut seperti ini, kapan kamu punya waktu buat belajar ?”, omel Tante Arini padaku.
            “Apa lo bilang ? gue ? hamburin uang ? terus, biaya kuliah lo itu apaan ? lo juga make duit bokap nyokap gue ! lo pikir lo siapa ? gue sih mending, gue anaknya, nah ello ? lo tuh cuma adek nyokap yang bisanya cuma gangguin hidup gue !”, sanggah ku dengan kata-kata mutiara yang sedemikian indahnya.
            Mendengar kata-kataku tadi, Tante Arini langsung diam tanpa kata. Hahah, skakmat !! aku menang \(ˆˆ)/ !.
            Lalu aku segera melangkahkan kaki menuju lantai atas, kamarku.

            Aku heran, melihat Karel ada di tempat tidurku. Mengapa dia tidur disini ? apa dia tidak punya kamar ? apa kamarnya sedang terkena banjir, jadi dia mengungsi kesini ? tapi sepertinya tidak mungkin. Kalo kamar Karel kebanjiran, pasti kamar aku juga kena, kan kamar kami berhadapan. Terus, ngapain nih orang disini ?
            “Woe, bangun lo ! Ngapain sih lo disini ?”, bentak ku membangunkannya dengan kasar.
            “Bidi ? akhirnya lo pulang juga. Gua daritadi nungguin lo !”, ucap Karel mencoba duduk di tepian tempat tidur.
            “Ngapain lu nungguin gua ?”, sinis ku
            “Lah, lu kan adek gua ! gua khawatir lu kenapa-napa, lu pasti abis dari balapan lagi kan ?”
            “Kalo iya kenapa ? lagian, sejak kapan lo peduli sama gua ?”
            “Gua selalu khawatirin lu, Bid ! lu jangan pura-pura lupa deh !”
            “Oh really ? I don’t care !”
            “Bid, lu kok jadi kayak gini sih ? mana Bidi yang dulu ? Bidi adek gua yang lembut, yang gak pernah kasar ! inget Bid, papa sama mama pasti kecewa sama lu yang sekarang !”
            “Argh ! lu tuh sama ajah sama si Arini itu ! bisanya cuma ngoceh mulu ! udah sono, keluar lu dari kamar gua !”, ucapku mendorongnya kasar.
            Dengan terpaksa, ia melangkah keluar. Lalu saat ia di luar, Aku membanting pintu, tepat di depan wajahnya. Rasanya, ada kepuasan tersendiri untukku. Hahahahaah, aku puas telah melakukan itu padanya, lagi lagi aku menang (~ˆˆ)~ ~(ˆˆ)~ ~(ˆˆ~).

~~o0o~~o0o~~

          Karel sangat kesal karena perlakuan ku tadi. Pasti ia akan mengatakan “Tidak bisakah kau sedikit menghormati ku, Bid ? aku ini kakak mu ! kakak kandung mu !”. ah, aku tidak perduli !
            Karel merebahkan tubuh di kasur empuk miliknya. Sejenak ia merasa nyaman, mungkin karena ia lelah.
DRRRTT!!
DRRTT!!
            Sebuah getaran panjang terdengar. Karel segera bangkit setelah menyadari bahwa getaran itu berasal dari handphonenya yang bertanda ada sebuah panggilan masuk. Tapi, dimana benda itu sekarang ?
            Menit berikutnya Karel telah mengingat bahwa handphonenya telah ku banting tadi siang. Harusnya hp itu rusak, tapi kenapa masih bergetar ?
            Karel coba menunduk untuk mencarinya. Untunglah benda itu bergetar, jadi Karel dapat dengan mudah mendeteksi keberadaannya. Benda itu tergeletak dekat sekali dengan kolong tempat tidur. Karel segera meraih benda kecil persegi tersebut. Tapi benda itu telah berhenti bergetar.
            Dari layar hp yang sudah retak karena benturan tadi siang itu, terlihat ada 23 panggilan tak terjawab, 11 pesan baru, dan -ВВМ™ dari Chinta. Cepat-cepat Karel menelfonnya balik. Karena pasti Chinta punya keperluan sehingga menghubungi Karel sedemikian sering. Kebetulan juga Karel tadi memang ingin menelfonnya, hanya saja ia takut, Chinta sudah terlelap karena sekarang memang sudah cukup larut.
            “Hallo”,  terdengar suara seorang gadis dari seberang sana. Tidak salah lagi, tentunya dia Chinta.
            “Hallo, Chin. Ada apa kamu kok nelfonin terus ? sorry yah, aku gak angkat, soalnya dari aku makan malam tadi aku langsung ke kamar Bidi nungguin dia pulang.” Jelas Karel tanpa ditanyai.
            “Hm..ya.ya ! gak papah kok, Rel ! gua Cuma khawatir ajah, soalnya gua denger dari tante Arini, lu dan Bidi bertengkar lagi tadi siang, ada apa lagi emangnya ?”, Tanya Chinta. Kalian jangan curiga karena perhatian Chinta. Dia memang anak yang berjiwa social gitu deh, dia itu sahabat terdekatnya kakak ku. Chinta tau semua masalahku dengan kakakku, Karel. Karena Karel tidak pernah segan untuk curhat padanya. Bahkan kata Chinta, Karel sering menangis di depannya, jika mengingat keluarga kami yang kini berantakan. Dan disaat seperti itu, Chinta selalu punya cara untuk menenangkan dan menghibur Karel.
            “Ya, begitulah !”, Karel menjawab pertanyaan Chinta dengan lesu.
            “Memangnya ada apa lagi sih ?”
            “Tadi siang, aku nyembunyiin kunci motornya dia. Soalnya aku gak mau kalo dia balapan lagi. Tapi dia malah ngacak-ngacak kamar aku, terus nyita hp aku. Kita adu mulut cukup lama, dan dia mengancam, kalo aku gak kasih kuncinya, hp aku bakal dia banting. Awalnya sih aku gak mau, kalo Cuma hp sih gak papah, daripada dia ngebahayain dirinya dengan balapan terus ?. tapi masalahnya, dia juga ngancem gak pengen pulang lagi ke rumah. Terpaksa aku kasih kunci itu. Tapi pas kunci itu ada di tangannya dia, dia malah ngebanting hp aku terus pergi gitu ajah.” Karel mengakhiri ceritanya yang sangat miris itu.
            “Astaga, adik lu itu keterlaluan yah ! entah apa yang bisa kita lakuin untuk ngerubah sifatnya itu !”, Chinta juga terdengar lesu.
            “Gua juga gak tau, gua gak punya ide lagi. Eh iyah, kok lu belum tidur ?”
            “Hm…gua gak bisa tidur sebelum denger kabar lu hari ini. Gua kan gak mau ketinggalan status ter-update dari tuan Karel Susanteo !”, kini Chinta dengan nada mengejek.
            “Segitu nge-fansnya yah, mbak ? kalo mau liat status, pantengin ajah fb sama profil gue di bbm ! gampang kan ?”
            “Ah, status lo difb atau di BBM mah selalu basi ! palingan cuma nulis STUDY atau gak BUSY, setdaah !”
            “Ahahahahah, lo tuh emang paling bisa yah ?!”
            “Paling bisa bikin lo ketawa kan ?”
            “Bukan! Tapi paling bisa bikin gue skakmat !”
            “Ahahaha ! kasian deh lo ! lu tuh gak bakal pernah bisa kalah kalo debat sama B’tari Chinta Indrapradnya !”, Chinta membangga-banggakan dirinya.
            “Ya,ya ! udah tidur lu sana ! entar kesiangan lagi !”
            “Okey, bos ! Kalo gitu sampai ketemu besok yeh , Assalamualaikum !”
            “Walaikumsalam”

            Pasti kalian tidak akan percaya, kalau aku itu dulunya anak yang baik dan lembut. Tapi semenjak orang tua ku meninggal, aku jadi urak-urakan, hobi balapan, buang-buang uang. Padahal aku sendiri tau, kalo harta yang keluarga ku miliki tidak akan bertahan lama, karena papah sudah tidak ada. Tidak ada yang mengurusi perusahaannya. Papa bilang, saat aku dan Karel besar nanti kami yang akan mengurusi perusahaan itu, tapi kan sekarang aku masih kelas 1 SMA, mengerjakan tugas matematika saja aku tidak bisa, apalagi soal perusahaan.
            Karel dan Tante Arini sudah sering melarangku. Karena hobi balapanku itu selain buang-buang uang, tapi juga membuang-buang waktu. Aku masih berstatus anak sekolah, tapi banyak waktuku tersita untuk balapan. Bahkan sering sekali aku bolos. Guru-guru sering memarahi Karel karena ulahku.
            Satu lagi sifat buruk ku yang sangat Karel tidak suka, aku sering kurang ajar pada Tante Arini. Padahal, sejak papa dan mama meninggal, hanya tante Arini yang selalu ada untuk kami. Tante Arini itu adik mama, umurnya kira-kira 21 tahun. Dia sekarang lagi sibuk kuliah. Aku sering mengatainya sebagai penghabis keluarga kami, padahal uang yang tante Arini gunakan untuk biaya kuliahnya adalah harta warisan bagiannya.

Esoknya pulang sekolah …
            “Woe, lu ngumpetin kunci motor gua lagi yah ? apa mau, sekarang gadget atau laptop lu yang gua hancurin ?!”, gertak ku memasuki kamar Karel tanpa permisi.
            Karel yang sedang mengerjakan PR nya hanya menatapku heran.
            “Woe, kenapa lu diem ? sini buruan mana kunci gue ?”
            “Gak ada, Bid ! gua gak tau soal kunci lu itu !”
            “Gak usah sok bego deh ! gua tau ini ulah lu !”
            “Terserah !”, Karel sinis dan melanjutkan menulis.
            Aku menghampiri Karel, dan merampas bukunya lalu ku robek semuanya.
            “Ooooey ! PR Gua ! itu tadi udah mau selesai, trus lu rusakin ? gila lu !”
            “Sekarang kita impas !”, ucapku enteng lalu melangkah keluar dari kamarnya.
            “Bid, lu mau kemana ?”, Karel tiba-tiba menghampiriku saat aku ingin keluar rumah.
            “Bukan urusan lu ! yang jelas, gua males tinggal disini !”
            “Emang, kncinya udah ketemu ?”
            “Udah. Ada di saku celana gue ternyata !”, ucapku tanpa rasa berdosa sama sekali.
            “What ? jadi kunci itu ada di kantong celana lu, trus lu demonya ke gua, udah gitu ngerusak tugas gue lagi ! gila lu !”
            “Eh, lu tuh kayak ibu-ibu yah, ngomel mulu! Udah awas, gue mau pergi !”
            “Lu gak bakal kemana-mana ! Bid, ingat kata mama, kita harus focus sekolah, jadi orang sukses, bikin papa mama bangga ! tapi, dengan sikap lu yang kayak begini, bagaimana mereka bisa bangga ? yang ada mereka kecewa ! kecewa ngeliat gua gak berhasil jadi kakak yang baik, yang bisa arahin lu ! please Bid, jadi Bidi yang dulu !”, aku terdiam mematung sepertinya kata-kata Karel menyentuhku. Tuhan, bisakah aku menjadi seperti dulu ?.
            Karel memeluk ku, “Bid, gua sayang sama lo !”, bisiknya namun tampak jelas di telingaku. Tapi aku kaku, sama sekali tak membalas pelukannya.
            Jam menunjukkan pukul 07.53 malam, waktunya makan malam. Di luar sana sedang hujan. Karel menuju kamar ku, bermaksud mengajakku dinner bersama. Tapi di dalam tak ada siapa-siapa. Hanya selembar kertas yang bertuliskan
Rel, malam ini gua ada kompetisi. Please izinin gua sekali ini. Dan lu gak usah sok nungguin atau nyusulin gua lagi !
            Tapi, Karel mengabaikan suruhan ku itu, dia malah menyusulku.
~~o0o~~o0o~~
Vero…

Tristan…

Bidi…

Begitulah suasana ramai orang-orang di tempat ini. Mereka menyoraki pembalap yang mereka sukai. Karel melihat sekeliling, tidak ada Bidi ! ia terus mecari ku dengan berkeliling.
            Ketiga motor dengan pemiliknya masing-masing telah stand by di garis start. Bersiap untuk berlomba. Karel terlihat cemas dan kebingungan, entah apa yang sedang menyelimuti hatinya hingga segelisah itu.
            1…2…3… Mulai !!!
            Untuk sementara, aku memimpin. Tapi apa ini ? kenapa rasanya ada yang aneh ? apa yang terjadi dengan motor ini ? matilah aku, aku benar-benar tidak bisa berhenti ataupun berbelok. Padahal di depan adalah sebuah danau. Kalau aku terus, aku akan tercebur kesana, dan mungkin aku akan mati. Aduh, bagaimana ini ? aku hampir tidak bisa berfikir, ditambah lagi hujan yang menghalangi pandanganku. Tubuhku dipenuhi keringat dingin. Aku benar-benar takut.
            Tiba-tiba seseorang muncul di depan sana. Ia membuka lengannya dengan lebar, seperti ingin menghalangi sesuatu(?) eh, tapi tunggu! Bukankah dia Karel ? dia ingin menghalangiku agar tak jatuh ke danau itu ? tapi bagaimana dengannya ?
            Aku belum sempat berfikir, tapi motor itu telah benar-benar sampai disana. Aku terjatuh dari motor sial itu. Sedangkan Karel? Ia terpental jauh karena tertabrak oleh motor ku. Tanpa pikir panjang, aku menghiraukan sakitnya kaki ku karena jatuh tadi, aku segera menghampiri tubuh kakak ku yang tergeletak bersimbah darah. Aku tak percaya, apa yang telah ku lakukan ? aku membunuhnya ?
            Aku memeluk tubuh Karel dengan erat, dengan tak henti-hentinya air mata itu terjatuh. Aku menyesal, kini aku tak merasakan lagi detak jantungnya. Tuhan, apakah dia meninggalkan ku ?
~~o0o~~o0o~~
            Pagi ini, aku terduduk di samping sebuah liang lahat yang tanahnya masih merah. Di depan nisan yang bertuliskan nama kakak ku.
            Aku menangis menyesal di bawah hujan yang lagi-lagi turun sangat deras pagi ini. Sepertinya hujan pun ikut berduka, menemaniku dalam kesedihan. Tuhan, mengapa kau mengambil nyawa nya ? mengapa bukan aku saja? Adik macam apa aku ini? Aku bahkan tak pernah memanggil Karel dengan sebutan kakak lagi sejak mama papa pergi 3 tahun lalu. Aku tak pernah menghormatinya, aku selalu menyakitinya, membuatnya susah, membuatnya dimarahi, bahkan sering aku membuatnya menangis. Tapi apa? Sekarang dia pergi, pergi untuk selamanya, hanya karena menyelamatkan ku? Adik yang paling ia sayangi.
~~Flashback Off~~
            Itulah peristiwa yang ku maksud. Kecelakaan itu terjadi di sabtu malam yang sedang hujan. Karena itulah aku selalu mengingatnya di kala hujan turun. Malam itu, Karel mendengar bahwa Tristan dan teman-temannya telah menyabotase motorku agar aku tak menang. Dasar licik mereka ! padahal aku ingin sekali memenangkan kompetisi itu, karena hadiahnya yang cukup besar. Yang bisa mengganti uang yang ku hamburkan selama ini. Sudah ku bilang kan, siang itu aku benar-benar memikirkan kata-kata Karel. Aku bertekad, bahwa pertandingan malam itu akan menjadi balapan terakhir jika aku menang. Tapi justru kompetisi itu menjadi balapan terakhir ku karena kakak ku meninggal.
            Mungkin itu semua adalah takdir Tuhan. Takdir yang sangat tidak ku harapkan. Tapi, mulai saat itu, aku berjanji akan ku ukir senyum bangga untuk kakak ku, juga untuk mama dan papa. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak ia sukai. Aku akan menjadi Bidi yang dulu. Aku akan sekolah serius. Dan aku akan menghormati tante Arini. Aku ingin, kesempatan yang Kak Karel berikan untukku ini, tidak sia-sia. Tersenyumlah kakak ku. J

~~The End~~

Jelek kan ? gaje kan ? sorry mbak, gue masih penulis amatiran belum handal :D ! papay ajah deh !

Visit : http//nurfadilahsawal.blogspot.com

1 komentar:

  1. Mengharukan bangett..aku juga suka ngelawan ke kakakku.. Aku jadi tersentuh.. ;-(;-(;-(

    BalasHapus